Pangsitomania, bahan pengawet menjadi begitu penting sejalan dengan
bertambahnya kebutuhan manusia. Di saat ritme hidup yang bergerak semakin cepat,
membuat istilah "tidak ada waktu" tanpa sadar menggiring manusia untuk
mengkonsumsi makanan instan dalam kemasan. Tentu makanan tersebut perlu
didisain agar tidak lekas rusak karenanya pemakaian bahan pengawet
menjadi sebuah keharusan. Lalu, apakah bahan pengawet itu aman untuk kita?
Berikut kami sajikan tulisan ringan untuk Anda yang kami kutip dari
salah satu media on line.
Bahaya bahan pengawet dalam makanan, termasuk dalam mie instan, mirip
nikotin dalam rokok. Dampaknya baru terasa jika dikonsumsi terus
menerus.
Produk makanan yang segar lebih baik dikomsumsi daripada makanan yang
telah mendapat tambahan bahan pengawet. Masalahnya, proses pendistribusian
makanan tidak selamanya cepat. Untuk itu, penggunaan bahan tambahan
makanan (BTM), baik untuk pengawet, pemanis, perasa, pewarna, dan
penguat rasa, lazim diberikan dalam produk makanan yang beredar di
pasaran.
Penggunaan bahan tambahan makanan untuk pengawetan dilakukan dengan
menambahkan suatu bahan kimia tertentu dengan jumlah yang diketahui dan
aman untuk dikonsumsi manusia. Jenis dan jumlah pengawet yang digunakan
telah dikaji keamanannya.
Tujuan pengawetan makanan antara lain untuk mempertahankan
konsistensi produk, meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi,
mempertahankan kelezatan dan kesehatan makanan, dan menghambat
pembusukan. Prinsipnya, menjamin mutu awal makanan agar tetap terjaga
selama mungkin.
Dalam kasus mie instan beberapa waktu lalu, berdasar tes yang
dilakukan oleh Departemen Kesehatan Taiwan, mie instan asal Indonesia
memiliki 2 bahan pengawet yang tidak lolos dalam klasifikasi barang
impor, yaitu bahan pengawet methyl parahydroxy benzoate pada kecap dan
bahan pengawet benzoic acid.
Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih menjelaskan, kandungan
methyl parahydroxy benzoat atau disebut juga nipagin di kecap mie instan
produk Indonesia sebesar 250 miligram per kilogram, sesuai dengan batas
maksimal. Sedangkan Codex Alimentarius Commission (CAC) menetapkan
batas penggunaan maksimal nipagin yang berfungsi menahan laju
pertumbuhan mikroba yang membuat makanan cepat rusak adalah sebesar 1000
mg per kg produk.
Selain itu, berdasarkan ‘Database of Select Committee on Generally
Recognize As Safe (GRAS) Substances Reviews’, diketahui bahwa tidak ada
bukti bahaya penggunaan nipagin sebagai pengawet dalam pangan olahan
selama digunakan sesuai standar dan tidak melebihi batas maksimal yang
ditentukan. Dan menurut Codex, jumlah asupan nipagin dalam tubuh per
hari (acceptable daily intake) adalah 10 miligram per kilogram berat
badan. Jika berat badan seseorang 50 kilogram, konsumsi aman nipagin 500
mg per hari.
Bahan pengawet lain yang diperdebatkan Taiwan adalah penambahan
benzoic acid pada bumbu mie tersebut. Adapun benzoic acid dipakai untuk
bahan pengawet makanan, tetapi di Taiwan jenis pengawet ini dilarang
dipakai dalam mie instan. Seperti halnya nipagin yang hanya boleh
dipakai untuk bahan kosmetik. Bahan pengawet benzoic acid jika
dikonsumsi berkepanjangan akan merusak kerja hati, lambung, muntah, dan
mengakibatkan keracunan asidosis metabolik.
Ahli gizi dari Institut Pertanian Bogor, Fransiska Rungkat
mengatakan, prinsip kehatian-hatian yang diberlakukan Taiwan mengenai
bahan pengawet cukup bagus. Sebab, mereka menerapkan kadar kandungan
bahan pengawet yang jauh lebih ketat dibanding Indonesia. Termasuk
produk mie, mengingat mie merupakan makanan sehari-hari penduduk Taiwan. Pada dasarnya, setiap bahan pengawet berisiko bagi tubuh manusia.
Berdasarkan toksikologi atau ilmu yang mempelajari tentang racun, setiap
bahan kimia yang tidak dibutuhkan dan tidak berguna bagi tubuh akan
menyebabkan resistensi. Pengawet termasuk salah satu jenis bahan yang
tidak dibutuhkan oleh tubuh.
“Walaupun pengawet tidak menyebabkan keracunan, tapi, kalau tidak
dibutuhkan tubuh, maka sistem metabolisme akan bekerja lebih keras lagi
untuk mengeluarkannya. Semakin susah bahan itu dikeluarkan, semakin
keras kerja tubuh kita,” jelas Fransiska.
Bahan pengawet ini membuat tubuh kita lebih gampang alergi,
menimbulkan sel kanker dan juga penyakit jantung. Bahaya bahan pengawet
dalam makanan, termasuk dalam mie instan, mirip nikotin dalam rokok.
Dampaknya baru terasa jika dikonsumsi terus menerus.
Untuk itu, masyarakat harus diberi pengertian yang cukup tentang
bahaya mengomsumsi zat pengawet. “Konsumen harus cerdas, jangan asal
ambil makanan tanpa membaca kandungan bahan makanan yang tertera pada
label,” kata ahli Analisis dan Keamanan Pangan dari Sekolah Farmasi,
Institut Teknologi Bandung, Rahmana Erman Kartasasmita . Lebih baik lagi
jika konsumen mengutamakan konsumsi makanan segar daripada produk
instan.
Demikian tulisan yang dapat kami sampaikan. Dengan begitu kita menjadi lebih memahami fungsi, manfaat dan mudharat dari pemakaian bahan pengawet dalam makanan. Bagaimana pun tubuh ini akan lebih sehat bila kita mengkonsumsi makanan atau minuman yang segar dan bergizi. Jadi, langkah Pangsito yang menyajikan mie ayam organik tanpa tambahan pengawet sudah sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Segera tinggalkan makanan dan minuman konvensional dan mulailah pola makan yang lebih sehat.
wuah mienya sehat kayaknya nich
BalasHapusberapa harga perposinya ya pak? terus foto makanannya ga keliatan alias komposisi yg disajikan isinya apa aja.
BalasHapusTks Pak Haryadi.
BalasHapusTiga Muslimah => Harganya bervariasi, mulai dari 10.000 rupiah per porsi,